IHYA ULUMUDDIN BAHAGIAN 7 TERCELANYA ILMU YANG TERCELA : KITAB ILMU )
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
(لا يفقه العبد كل الفقه حتى يمقت الناس في ذات الله وحتى يرى القرآن وجوها كثيرة)
(Laa yafqahul 'abdu kullal fiqhi hattaa yamqutan naasa fii dzaatil-laahi wa hattaa yaraa lil Qur-aani wujuuhan katsiirah).
Ertinya :"Tidaklah seorang itu berfiqih sebenar-benarnya sebelum mengecam manusia untuk kesucian Dzat Allah Ta'ala dan memandang Al-Qur'an dari segala segi".
Dirawikan pula suatu hadits mauquf pada Abid Darda' ra. dengan katanya : "Kemudian ia menghadapkan kepada dirinya sendiri lalu mengecamnya pula secara lebih hebat lagi".
Bertanya Farqad As-Sabakhi kepada Al-Hassan mengenai suatu hal. Maka menjawab Al-Hasan, lalu berkata Farqad "Kaum fuqaha (ahli fiqih) itu berselisih pendapat dengan kamu".
Kemudian Al-Hasan ra. berkata : "Wahai Farqad yang dikasihi! Adakah kamu melihat seorang ahli fiqih itu dengan matamu sendiri? Bahwa seorang ahli fiqih itu adalah zuhud di dunia, gemar ke akhirat, bermata hati kepada agama, kekal beribadah kepada Tuhannya, Wara' mencegah dirinya dari mempercakapkan kehormatan orang muslimin, yang memelihara dirinya dari harta mereka dan yang menasehati jama'ah mereka".
Dalam keseluruhannya tadi, Al-Hasan tidak menyebut penghafal furu'-furu' fatwa. Dan saya tidak mengatakan bahwa nama "fiqih" itu tidaklah pokok bahasa dan tidaklah untuk fatwa mengenai hukum-hukum dhahir. Tetapi ada, secara umum dan keseluruhan atau secara diikutsertakan. Maka adalah pemakaian mereka kata-kata "fiqih" kepada ilmu akhirat itu, lebih banyak.
Maka nyatalah dari pengkhususan tersebut, meragukan kebangkitan manusia untuk memakai perkataan "fiqih" semata-mata kepada yang tadi dan berpaling dari ilmu akhirat dan perihal hati. Dan mereka mendapat untuk yang demikian penolong dari tabiat manusia. Karena ilmu bathin itu tidak terang dan mengerjakannya sukar. Dan memperoleh kedudukan dalam pemerintahan, kehakim-an, kemegahan dan kekayaan itu sulit dengan ilmu bathin. Maka setan memperoleh jalan untuk membaikkan yang tersebut, di dalam hati dengan jalan mengkhususkan nama "fiqih", yang menjadi nama terpuji itu pada syari'at.
Perkataan Kedua :
ILMU.
Perkataan ini dipakai untuk pengetahuan mengenai dzat, ayal-ayat dan perbuatan Allah Ta'ala, terhadap hamba dan makhlukNya. Sehingga ketika Umar ra. wafat, maka berkata Ibnu Mas'ud ra. : "Sesungguhnya telah mati sembilan persepuluh ilmu".
Perkataan "ilmu" itu dijadikan isim ma'rifah dengan Alif dan Lam, menjadi "al-ilmu". Lalu diberi penafsiran, "mengetahui tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala". Kemudian diputarkan pula oleh mereka perkataan "al-ilmu" itu dengan pengkhususan. Sehingga dalam banyak hal, diperkenalkannya orang berilmu, ialah orang yang asyik berdebat melawan musuh dalam masalah-masalah fiqih dan lainnya. Lalu dikatakan orang itulah alim yang sebenarnya.
Dia seorang tokoh ilmu pengetahuan. Orang-orang yang tidak berbuat demikian dan tidak menghabiskan waktunya untuk itu, dihitung orang lemah dan tidak dihitung dalam bilangan ahli ilmu.
Ini juga, suatu tindakan dengan pengkhususan. Akan tetapi apa yang tersebut tentang kelebihan ilmu dan ulama, adalah keba-nyakannya ditujukankepada ulama yang tahu akan Allah, hukum Nya, perbuatan dan sifat-sifatNya. Dan sekarang, secara mutlak dipakai, kepada orang yang tidak tahu sedikitpun ilmu agama, selain dari pertemuan-pertemuan perdebatan dalam masalah-masalah khilafiah. Dengan itu, lalu dia terhitung termasuk ulama besar, serta bodohnya mengenai tafsir, hadits, ilmu madzhab dan lainnya. Dan yang demikian itu, menjadi sebab, yang membinasakan orang banyak dari penuntut-penuntut ilmu.
Perkataan Ketiga :
TAUHID.
Perkataan ini sekarang dipakai untuk menyusun kata-kata, mengetahui cara bertengkar, mengetahui jalan menjatuhkan lawan, sanggup mendesaknya dengan membanyakkan pertanyaan-pertanyaan, dapat membangkitkan keragu-raguan dan dapat menyusun dalil-dalil yang pasti, sehingga oleh golongan-golongannya sendiri, memberinya gelar, ahli adil dan ahli tauhid.
Para ahli ilmu kalam, disebut ulama tauhid, padahal seluruh apa yang khusus perbuatan ini, tidak terkenal sedikitpun pada masa pertama dari agama Islam. Bahkan sebahagian mereka, adalah sangat menentang terhadap orang yang membuka pintu pertengkaran dan perdebatan.
Adapun isi Al-Qur'an, dari dalil-dalil yang terang, mudah ditangkap oleh pikiran demi mendengarnya, maka adalah semua orang mengetahuinya. Pengetahuan dengan Al-Qur'an adalah merupakan ilmu pengetahuan seluruhnya.Tauhid pada mereka adalah ibarat suatu hal yang tidak dipahami oleh kebanyakan ahli ilmu kalam. Kalaupun dipahaminya, tetapi mereka tidak bersifat dengan dia.iaitu melihat urusan seluruhnya, adalah daripada Allah Ta'ala, penglihatan tanpa menoleh kepada sebab dan perantara. Maka ia tidak melihat kebajikan dan kejahatan seluruhnya, melainkan dari pada Allah Yang Maha Mulia.
(Afara-aita manit takhadza ilaahahuu hawaah).
Ertinya:Tuhan rang disembah di bumi,yang sangat dimarahi Allah Ta'ala ialah hawa nafsu
ُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ
Tidaklah dimaksudkan dengan " katakanlah " itu "perkataan" dengan lisan. Karena lisan itu merupakan "penterjemah" (pengalih bahasa dari dalam), sekali dia benar dan sekali dia bohong. Maka tempat untuk melihat Allah yang diterjemahkan oleh lisan itu, ialah hati. Hatinya tambang tauhid dan sumbemya.
DZIKIR DAN TADZKIR.
َذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
وفي الحديث: إن لله تعالى ملائكة سياحين في الدنيا سوى ملائكة الخلق إذا رأوا مجالس الذكر ينادي بعضهم بعضا ألا لموا إلى بغيتكم فيأتونهم ويحفون بهم ويستمعون ألا فاذكروا الله وذكروا أنفسكم
Maka menyambung Ibnu Sirin : "Dia sudah. mendapat taufiq ke jalan yang benar".
Al-A'masy masuk ke masjid jami' Basrah. Maka dilihatnya seorang tukang ceritera sedang berceritera dan mengatakan : "Diterangkan hadits kepada kami oleh Al-A'masy".
Maka Al-A'masypun masuk ke tengah-tengah rombongan itu, sambil mencabut bulu ketiaknya.
Maka berkata tukang ceritera itu : "Tuan! Apakah tidak malu?".
Sahut Al-A'masy : "Mengapa? Bukanlah saya berbuat sunnah dan saudara berbuat bohong? Saya ini Al-A'masy dan tidak pernah menceriterakan hadits kepada saudara".
Berkata Ahmad bin Hanbal ra. : "Yang paling banyak berdusta, diantara manusia, ialah tukang ceritera dan peminta-minta".
Ali ra. mengusir tukang ceritera dari masjid jami' Basrah. Tatkala didengarnya yang berceritera al-Hasan Al-Bashri maka tak diusirnya. Karena Al-Hasan memperkatakan tentang ilmu akhirat dan berpikir kepada mati, memperingatkan kepada kekurangan diri, bahaya amal, gurisan setan dan cara menjaga diri padanya. Ia meng-ingatkan kepada segala rahmat Allah dan nikmatNya, kepada kealpaan hamba pada mensyukuriNya. Ia memperkenalkan kehinaan dunia, kekurangan, kehancuran dan kepalsuan janjinya, bahaya akhirat dan huru-haranya.
Betapa tidak!!!! Membuat sajakpun tidak disukai dan dipandang yang demikian membuat-buat. Berkata Sa'ad bin Abi Waqqas ra. kepada anaknya Umar, ketika mendengar ia bersajak : "Inilah yang membawa aku marah kepadamu. Tidak akan aku penuhi ke-perluanmu selama-lamanya, sebelum engkau bertobat". Sedang Umar sebenarnya ada keperluan maka ia datang kepada ayahnya itu. Nabi صلى الله عليه وسلم.telah bersabda kepada Abdullah bin Rawahah, mengenai sajak yang terdiri dari tiga kata :إياك والسجع يا ابن رواحة
(Iyyaaka was-saj'a yabna rawaahah). Artinya :"Awaslah bersajak hai anak Rawahah (1)
Dengan hadits ini, seolah-olah sajak yang harus diawasi, ialah yang lebih dari dua kata. Karena itu, tatkala seorang lelaki mengatakan mengenai diat (2) bayi dalam kandungan : "Bagaimana kah membayar diat orang yang tidak minum, tidak makan, tidak berteriak dan tidak memekik?
1.Menurut Al-lraqi, ia tidak memperoleh bunyi yang demikian, tetapi dengan bunyi lain, yang sama maksudnya.
2.Diat : harta yang dibayar kerana membunuh, yaitu unta atau harganya.
Samakah itu dengan halal darahnya' lalu Nabi bersabda : أسجع كسجع الأعراب "Adakah sajak seperti sajak orang-orang Badui Arab! Adapun sya'ir, maka dicela membanyakkannya dalam pengajaran.
Berfirman Allah Ta'ala :
وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ أَلَمْ تَرَ أَنَّهُمْ فِي كُلِّ وَادٍ يَهِيمُونَ
(Asy syu'araau yattabi'uhumul ghaawuun. Alam tara-annahum fii kulii waadin yahiimuun).(S. Asy-Syu'ara, ayat 224-225)
وَمَا يَنْبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ
Kebanyakan sya'ir yang dibiasakan oleh juru-juru nasehat, ialah apa yang menyangkut dengan penyifatan pada kerinduan, keelokan yang dirindukan, senangnya ada hubungan dan pedihnya berpisah.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
ن من الشعر لحكمة
Ertinya :"Sesungguhnya sebahagian dari sya ir itu mengadung hikmah!"
Jika majlis itu dihadliri orang-orang tertentu yang mempunyai perhatian kepada ketenggelaman hati dengan cinta kepada Allah Ta'ala dan tak ada golongan lain dalam majlis tersebut, maka bagi mereka tak ada melaratnya sya'ir itu, yang dhahiriyahnya menunjukkan kepada hubungan sesama makhluk. Karena pendengarnya dapat menempatlah apa yang didengarnya menurut panggilan hatinya, sebagaimana akan diterangkan nanti pada "Kitab Pendengaran". Dan karena itulah Al-Junaid ra. berbicara kepada lebih kurang sepuluh orang. Kalau mereka sudah banyak, ia tidak berbicara. Dan tidaklah pernah sekali-kali yang menghadliri majlisnya sampai dua puluh orang.
Tentang datang serombongan orang banyak ke pintu rumah Ibnu Salim, lalu dikatakan kepadanya : "Berbicaralah! Telah datang teman-teman tuan". Ibnu Salim menjawab : "Tidak! Mereka bukan temanku. Mereka adalah teman-teman majlis. Sesungguhnya teman-temanku, ialah orang-orang tertentu (orang-orang al-khawash).
Adapun asy-syathah (do'a-do'a dan kata-kata yang tidak dipahami), maka yang kami maksudkan, ialah dua jenis perkataan, yang diadakan oleh sebahagian kaum shufi.
Mereka menyerupakan pada yang demikian itu, dengan Husain bin Mansur Al-Hallaj yang telah dihukum gantung, lantaran diucapkannya kata-kata yang sejenis dengan itu. Dan mereka membuktikan yang demikian dengan ucapan Al-Hallaj : 'Anal-haqq" (akulah al-haqq, yakni : yang maha benar, salah satu dari nama Allah Ta'ala).
Dan dengan apa yang diceritakan dari Abi Yazid Al-Bustami, bahwa Abi Yazid mengatakan : "Subhani-subhani (maha suci aku maha suci aku)".
Dan adakalanya dapat dipahami,tetapi tidak sanggup memahaminya dan mendatangkannya dengan kata-kata yang menunjukkan isi hatinya. Karena kurang berpengetahuan dan tidak mempelajari cara melahirkan sesuatu maksud dengan susunan kata yang menarik. Perkataan yang semacam inipun tak ada faedahnya, selain daripada mengacau-balaukan jiwa, mengganggu pikiran dan membawa keraguan hati. Ataupun dipahaminya menurut maksud yang sebenarnya, tetapi pemahaman itu didorong oleh hawa nafsu dan kepentingan diri sendiri.
ersabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
حدث أحدكم قوما بحديث لا يفقهونه إلا كان فتنة عليهم
(Maa haddatsa ahadukum qauman bihadiitsiin laa yafqahuunahu illaa kaana fitnatan 'alaihim).
Ertinya :"Tidaklah seseorang daripada kamu, menerangkan sesuatu hadits (sesuatu persoalan) kepada segolongan manusia yang tiada memahaminya, selain daripada mendatangkanfitnah kepada mereka itu
Dan Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
كلموا الناس بما يعرفون ودعوا ما ينكرون أتريدون أن يكذب الله ورسوله
(Kallimunnaasa bimaa ya'rifuuna wa da'uu maa yankiruuna aturii-duuna an yakdziballaahu wa rasuuluh).
Ertinya : "Berbicaralah dengan orang banyak dengan kata-kata yang dapat dipahaminya dan tinggalkanlah persoalan yang ditantang mereka. Adakah kamu bermaksud bahwa berdusta Allah dan RasulNya
Ini mengenai yang dapat dipahami oleh yang mengucapkannya sendiri. Tetapi tidak sampai dapat dipahami oleh otak yang mende-ngamya. Maka betapa pula yang tidak dipahami oleh yang mengucapkannya sendiri?.Jikalau dipahami oleh yang mengucapkannya tetapi tidak oleh yang mendengarnya, maka tidak boleh diucapkan.
ذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى
(Idzhab ilaa fir'auna innahuu thaghaa) Artinya : "Pergilah kepada Fir'aun itu, sesungguhnya dia itu durhaka".(S. Thaha, ayat 24).
Bahwa itu adalah isyarat kepada hatinya. Dan mengatakan bahwa hatilah yang dimaksud dengan Fir'aun itu. Dan hatilah yang durhaka pada tiap-tiap manusia.
Dan pada firman Allah Ta'ala :
Lalu perkataan tongkat itu diputar kepada tiap-tiap sesuatu tempat bersandar dan berpegang selain dari Allah Ta'ala. Itulah yang harus dicampakkan dan dibuang jauh.
Dan pada sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
تسحروا فإن في السحور بركة
(Tasabharuu fa-inna fis suhuuri barakatan).
Ertinya :"Bersahurlah kamu! Karena pada sahur itu ada berkatnya".
Lalu diputarkan kepada meminta ampun kepada Tuhan pada waktu sahur, bukan lagi maksudnya makan sahur itu sendiri Dan contoh-contoh yang lain, di mana mereka memutar-balikkan Al-Qur'an dari awalnya sampai akhirnya, dari artinya yang dhahir dm dari penafsirannya, yang diterima dari Ibnu Abbas dan ulama-ulama besar lainnya.
Setengah dari pemutar-balikan itu, dapat diketahui batilnya dengan terang seumpama meletakkan arti Fir'aun kepada hati: Karena Fir'aun itu adalah seorang manusia yang bisa dilihat, yang mutawatir sejarah menyatakan adanya, di mana Nabi Musa as. menyerukannya kepada agama seperti Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلمmenyerukan Abu Jahal dan Abu Lahab serta kafir-kafir lain kepada agama Islam. Dan tidaklah Fir'aun itu sejenis setan atau malaikat yang tidak bisa dilihat dengan pancaindra, sehingga memerlukan pemutaran pada kata-katanya.
Dan demikian pula membawa makan sahur kepada meminta ampun pada Tuhan karena Nabi saw. sendiri makan sahur.
وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ
Ertinya : "Dan campaklah tongkatmu". (Wa-an alqi 'ashaaka) (S. Al-Qashash, ayat 31).
Semuanya itu, dapat diketahui dengan berita yang mutawatir dan dapat dipersaksikan kebatilannya. Sebahagian dapat diketahui dengan berat dugaan. Yaitu yang tidak dapat dipersaksikan oleh pancaindra.
Maka bagi sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
من فسر القرآن برأيه فليتبوأ مقعده من النار
(Man fassaral Qur-aana bira'yihi falyatabawwa' maq'adahu minan naar).
Ertinya :"Barangsiapa menafsirkan Al-Quran menurut pendapatnya sendiri maka disediakan untuknya suatu tempat dari api neraka ",
tiada jelas pengertiannya selain dari cara inilah! Yaitu maksud dan pendapatnya, adalah menetapkan dan membuktikan sesuatu, lalu menarik penyaksian Al-Qur'an kepadanya serta membawa Kitab Suci di luar petunjuk kata-kata, baik menurut bahasanya atau menurut yang dinukilkan (naqliah).
Tiada seyogialah dipahamkan dari penjelasan di atas tadi, bahwa Al-Qur'an tidak boleh ditafsirkan, dengan menggunakan pemahaman yang mendalam dan pemikiran. Karena diantara ayat-ayat suci yang diterima dari para shahabat dan ulama tafsir itu, ada yang mempunyai lima, enam dan sampai tujuh pengertian. Dan semuanya itu tidaklah didengar dari Nabi saw. Kadang-kadang ada yang berlawanan, yang tidak dapat menerima pengumpulan (disatukan maksud).Maka, dipakailah pemikiran dan pemahaman dengan maksud yang baik dan mendalam.
ولهذا قال صلى الله عليه وسلم لابن عباس رضي الله عنه : اللهم فقهه في الدين وعلمه التأويل
Dari itu berdo'alah Nabi saw. kepada Ibnu Abbas ra. : "Ya Allah Tuhanku! Berilah kepadanya (Ibnu Abbas) paham dalam agama dan ajarilah dia penta'wilan (penafsiran)
Barang siapa membolehkan dari golongan thammat, menggunakan pemutar-balikan seperti itu serta diketahuinya bahwa yang demikian tidaklah yang dimaksud dengan perkataan-perkataan itu dan mendakwakan bahwa tujuannya ialah mengajak manusia kepada Tuhan, maka sikap yang demikian itu, samalah halnya dengan orang yang membolehkan membuat-buat dan mengada-adakan sesuatu terhadap Nabi صلى الله عليه وسلم. karena berdasarkan kebenaran tetapi tidak diucapkan oleh agama, seperti orang yang mengada-adakan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم. dalam suatu persoalan yang dipandangnya benar..
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
(Man kadzaba "alayya muta'ammidan fal yatabawwa maq'adahu minannaar).
Ertinya : "Barang siapa berbuat dusta kepadaku dengan sengaja maka ia telah menyediakan tempatnya dari api neraka".
Bahkan adalah amat besar kejahatan dengan memutarbalikkan kata-kata itu. Sebab menghilangkan kepercayaan kepada kata-kata itu sendiri dan melenyapkan jalan untuk memperoleh faedah dan pemahaman dari Al-Quran keseluruhannya.
Maka tahulah kita betapa setan itu memutar-balikkan alat-alat da'wah dari ilmu yang terpuji kepada yang tercela. Semuanya itu adalah perbuatan ulama-ulama jahat dengan menggantikan maksud kata-kata itu.
2.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah, Ali dan Anas.
Perkataan kelima
HIKMAH.
Nama ahli hikmah (al-hakim) ditujukan kepada tabib, penyair dan ahli nujum, sehingga juga kepada orang yang memutar-mutarkan undian pada tangan di tepi jalan besar.
Hikmah ialah suatu hal yang dipuji Allah Ta'ala dengan firmannya :
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
(Yu'til hikmata man yasyaa-u wa man yu'tal hikmata faqad uutiya khairan katsiira).
Dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
كلمة من الحكمة يتعلمها الرجل خير له من الدنيا وما فيها
(Kalimatun minal hikmati yata'allamuharrajulu khairun minaddun-yaa wa maa fiihaa).
Ertinya :"Satu kalimat dari hikmah yang dipelajari oleh seseorang, adalah lebih baik baginya daripada dunia serta isinya
Perhatikanlah, apakah yang diperkatakan tentang hikmah itu dan kemanakah ditujukan! Kemudian bandingkanlah dengan kata-kata yang lain! Dan jagalah diri dari tertipu dengan keragu-raguan yang dibuat oleh ulama-ulama jahat! Karena kejahatan mereka kepada agama adalah lebih besar dari kejahatan setan. Sebab dengan pe-rantaraan ulama-ulama jahat itu, setan beransur-ansur mencabut agama dari hati orang banyak.
Karena itulah, tatkala ditanyakan kepada Nabi sawصلى الله عليه وسلم. tentang orang yang paling jahat, beliau enggan menjawab seraya berdo'a : اللهم اغفر"Allaahumma ghafran" (Ya Tuhan! Ampunilah!). Sehingga setelah berkali-kali ditanyakan, lalu beliau menjawab : "Mereka itu ialah ulama jahat هم علماء السوء(ulamaus su') ".
Maka tahulah sudah anda akan ilmu yang terpuji dan ilmu yang tercela serta yang meragukan diantara keduanya. Dan terserahlah kepada anda sendiri untuk memilih, demi kepentingan diri anda sendiri, mengikuti ulama terdahulu (ulama salaf) atau terpesona dengan penipuan lalu terpengaruh dengan ulama terkemudian (ulama khalaf).
Benar lah kiranya sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.
بدأ الإسلام غريبا وسيعود غريبا كما بدأ فطوبى للغرباء فقيل ومن الغرباء قال الذين يصلحون ما أفسده الناس من سنتي والذين يحيون ما أماتوه من سنتي (Bada-allslaamu ghariiban wa saya uudu ghariiban kamaa bada'a fa-thuubaa lilghurabaa-i).Ertinya :"Mulanya Islam itu adalah asing dan akan kembali asing seperti semula. Maka berbuat baiklah kepada orang-orang asing itu!"
Maka ditanyakan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم : "Siapakah orang-orang asing itu?".
Nabi menjawab : "Mereka yang memperbaiki apa yang telah dirusakkan manusia dari sunnahku dan mereka yang menghidupkan apa yang telah dimatikan manusia dari sunnahku".
Pada hadits yang lain tersebut :
هم المتمسكون بما أنتم عليه اليوم
Orang-orang asing itu, berpegang teguh dengan apa yang kamu pegang sekarang".
Pada hadits lain lagi tersebut :
الغرباء ناس قليل صالحون بين ناس كثير ومن يبغضهم في الخلق أكثر ممن يحبهم
"Orang-orang asing itu adalah manusia yang sedikit jumlahnya, orang-orang baik diantara manusia banyak. Yang memarahi mereka lebih banyak daripada yang mencintainya".
Ilmu-ilmu itu telah menjadi asing. Orang yang mengingatinya dimaki.
Karena itu, berkatalah Ats-Tsuri ra, : "Apabila engkau melihat orang 'alim itu banyak teman maka ketahuilah bahwa dia itu bercampur. Karena jika kebenaran yang dikemukakannya maka dia akan dimarahi".


Langganan:
Posting Komentar (Atom)