Syahaadatain begitu berat diperjuangkan oleh para sahabat, Nabi SAW bahkan mereka siap dan tidak takut terhadap segala ancaman orang kafir. Sahabat nabi misalnya Habib berani rnenghadapi siksaan yang dipotong tubuhnya satu-satu oleh Musailamah, Bilal bin Rabah tahan menerima himpitan batu besar di siang hari yang panas dan beberapa deretan nama sahabat lainnya. Mereka mempertahankan syahadatain. Muncullah pertanyaan kenapa mereka bersedia dan berani mempertahankan‑kalimat syahaadah? Ini disebabkan karena kalimat syahaadah mengandung makna. yang sangat mendalam bagi mereka. Syahaadah bagi mereka dipahami dengan arti yang sebenarnya yang melingkupi Pengertian ikrar, sumpah dan janji.
Majoriti umat Islam mengertikan syahadat sebagai ikrar Sahaja, apabila mereka tahu bahwa syahaadah juga mengandung erti sumpah dan janji, serta tahu bahwa akibat janji dan sumpah maka mereka akan benar‑benar mengamalkan Islam dan beriman.
Iman sebagai dasar dan juga hasil dari pengertian syahaadah yang betul. Iman merupakan pemyataan yang keluar dari mulut, juga diyakini oleh hati dan diamalkan oleh perbuatan sebagai pengertian yang sebenarnya dari iman. Apabila kita mengamalkan syahaadah dan mendasarinya dengan iman yang konsisten dan istiqamah, maka beberapa hasil akan dirasakan seperti keberanian, ketenangan dan optimis menjalani kehidupan. Kemudian Allah SWT memberikan kebahagiaan kepada mereka di dunia dan di akhirat.
Madluul Asy‑Syahaadah (Kandungan Kalimat Syahadat)
Syahadah adalah prinsip dasar yang dianut setiap mukmin. Ia merupakan kombinasi antara keyakinan dan pemahaman. Keyakinan saja yang tidak didasari oleh pemahaman masih akan dapat diguncang. Sementara pemahaman tanpa keyakinan, juga akan menyebabkan syahadah menjadi mandul dan tidak memiliki daya dorong yang kuat. Harus dipahami bahwa Syahadah yang benar mengandung unsur-unsur yang tanpanya syahadah tidak akan dapat tegak.
Adapun unsur dimaksud adalah :
A. AI‑Iqraar (Pernyataan)
Iqrar iaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya. Pernyataan ini sangat kuat karena didukung oleh Allah SWT, Malaikat dan orang‑orang yang berilmu (Para nabi dan orang yang beriman). Jika saja seorang mukmin mengatakan “La Ilaaha Illallah”, maka pertama-tama adalah bahwa pernyataan itu harus diucapkan dengan segenap keyakinan dan kesadaran bahwa yang penting dari pernyataan itu adalah pembuktian.
Hasil dari ikrar ini adalah kewajiban kita untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang diikrarkan. Oleh karena yang menjadi saksi bagi pernyataan itu adalah Allah sendiri. Allah lebih tahu bahwa Ia adalah Tuhan. Yang oleh karena itu Allah akan menuntut bukti agar hambanya yang mengucapkan pernyataan itu dapat membuktikan bahwa ia meng-Ilahkan Allah dalam setiap sisi kehidupannya. Tidak ada tempat dan waktu yang kosong dari pembuktian bahwa dirinya memang betul memperhamba dirinya kepada Allah. Allah adalah Tuhannya dalam keadaan sedih maupun senang, sendiri ataupun di tengah keramaian, diam atau bicara. Ia sadar dan yakin bahwa Allah adalah Murabbi baginya. Karena Allah adalah rabbul ‘alamin.
Persaksian kebenaran syahadat langsung oleh Allah, malaikat dan orang-orang mukmin. Malaikat adalah makhluk yang langsung menyaksikan kebesaran Allah. Dan oleh karenanya mereka tidak sedikitpun membangkang kepada Allah. Sementara orang mu’min adalah mereka yang hatinya (Qs. 49:14) merasakan ketundukan kepada Allah
Dalam surat Ali Imran, 3:18. Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang‑orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha Bijaksana.
Keterangan tersebut di atas menunjukkan adalah wajar jika seorang mukmin memiliki kemantapan hati.Keyakinan hati inilah yang menyebabkan mereka tidak ragu sedikitpun untuk terus mengumandangkan kalimat tauhid. Bahkan mereka dengan bangga akan mengumandangkan kalimah itu, walau apapun resikonya. Bilal ibn Rabbah tetap saja mengucapkan kata-kata “ahad” walaupun Umayyah ibn Khalaf, majikannya terus menyiksanya.
Ikrar Syahadah merupakan pernyataan keyakinan seorang hamba mukmin terhadap pemeliharaan Allah terhadap dirinya. Nyaris seluruh sistem dalam tubuhnya langsung dikendalikan oleh kekuatan Rabbul ‘alamin. Sistem peredaran darahnya, debaran jantungnya, pencernaannya dan banyak lainnya langsung tunduk pada sistem rabbaniyah. Itulah kenapa manusia tidak dapat menolak rasa ketuhanan (God Conciousness) yang muncul dalam dirinya. Bahkan itu sudah menjadi fitrah dirinya
(Qs. 7:172) yang berbunyi “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari Para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadarnu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh‑sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: Apakah karnu mengakui dan menerima perjanjianKu terhadap yang dernikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui". AlIah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai Para nabi) dan Aku menjadi saksi (Pula) bersama. kamu".
Ayat senada terdapat dalam
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu".Q. 3:81
Ikrar Para nabi mengakui kerasulan Muhammad SAW meskipun mereka hidup sebelurn kedatangan Rasulullah SAW. Oleh karena keyakinan ini datang dari Rabbul ‘alamin, maka tidak ada perbedaan muwashofat (sifat, karakter) dari mereka yang berikrar syahadah. Semua mereka adalah saudara yang saling mendukung, saling membela. Mereka dihubungkan menjadi saudara dengan ikatan ‘aqidah ini. Tidak ada lagi ikatan-ikatan kecil yang layak dibanggakan setetalh Allah menghubungkan nasab mereka menjadi sesama muslim. Bilal bin Rabbah pernah mengatakan 'pantang bagiku untuk menyakiti saudaraku sendiri, walau untuk itu mereka akan menguliti tubuhku'. Hilanglah berbagai 'ashabiyah (kebanggaan akan suku, kelompok), berganti dengan ikatan persaudaraan yang dibangun di atas landasan aqidah Islamiyah. Diriwayatkan oleh Al‑Hafizh Abu Ya'la Mushili dari Anas bin Malik RA. Berkata Rasulullah SAW membacakan kepada kami ayat,
"Sesungguhnya orang‑orang yang mengatakan "Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendiriannya, sungguh telah banyak diucapkan oleh banyak orang kemudian kebanyakan mereka kafir, Maka barang siapa yang mengatakannya sampai mati sesungguhnya orang itu telah beristiqamah diatasnya"
B. AI‑Qasam (Sumpah)
Sumpah iaitu pernyataan kesediaan menerima aibat dan risiko apapun dalam mengamalkan syahaadah. Muslim yang menyebut Asyahadu bererti siap dan bertanggungjawab dalam menegakkan ajaran Islam .Sebenarnya kesiapan menerima risiko bermula dari keyakinan dan kefahaman mereka terhadap Syahadah yang mereka ucapkan. Syahadah adalah perjanjian antara seorang hamba dengan Tuhannya.
Dengan perjanjian itu, Alllah menjanjikan kepada mereka ridho dan syurga-Nya (Qs. 61:10).
Namun untuk mendapatkan janji Allah itu mereka harus menyerahkan diri dan hartanya di jalan Allah (Qs.9:111).
Penyerahan itu ditandai dengan kesiapan total untuk menjadikan Islam sebagai minhaj al-hayah (Qs. 2:208).
Di titik inilah seorang mukmin harus menyadari bahwa akan selalu ada mereka yang tidak rela jika mukmin melakukan ketundukan total kepada Allah. Mereka tidak hanya tidak suka, tapi juga mengumumkan peperangan terhadap Hizb Allah ini. Sunnatullah sudah menunjukkan dimana dalam sejarah pelaku dakwah selalu saja bertemu dengan mereka yang terus menerus menyakiti para da’i fillah. Dalam 13 tahun pertama dakwah Rasulullah Saw dan para sahabat ra di Makkah, tidak ada satu haripun yang menyenangkan. Tapi betapa mencengangkan bahwa ternyata tidak ada berita yang sampai kekita bahwa ada di antara mereka yang murtad karena tidak tahan penyiksaan kaum kuffar. Ada berita Ammar ibn Yasir sempat mengucapkan kalimat kafir karena beratnya penyiksaan yang dilakukan kepada mereka. Namun itu sangat disesali olehnya, sampai akhirnya turun ayat yang memaafkan yang berlaku pada Ammar ibn Yasir itu. Satu hal yang patut ditanya adalah, “kenapa para sahabat ra demikian teguhnya memegang keyakinan mereka itu?” Tentu saja, karena mereka sadar bahwa konsekuensi dari syahadah yang mereka ucapkan adalah kebencian dan permusuhan kaum kuffar terhadap mereka. Dan itu tetap saja mereka tahankan dengan sabar dan tegar (Tsabat) oleh karena mereka tetap berharap janji Allah atas mereka.
Bukan tidak mungkin ada yang tidak tahan memegang syahadah karena beratnya resiko kalimat ini. Mereka masih menyimpan syahwat mereka terhadap dunia dan kesenangannya. Atau juga tidak tahan menghadapi penderitaan di atas jalan dakwah. Akhirnya mereka meninggalkan sebagian atau seluruh keyakinan mereka dan menukarnya dengan kesenangan dunia (tsamanan qalila). Akhirnya mereka melakukan pelanggaran terhadap sumpah. Pelanggaran terhadap sumpah ini adalah kemunafikan dan tempat orang munafik adalah neraka jahanam.
Syahaadah berarti sumpah. Orang‑orang munafiq berlebihan dalarn pernyataan syahaadahnya, padahal mereka tidak lebih sebagai pendusta Q. 63:1‑2 yang berbunyi
“Apabila orang‑orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar‑benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang‑orang munafik itu benar‑benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.”
Syahadah bukan persaksian lisan saja. Tapi harus bermula dari keyakinan hati yang kukuh.
Beberapa ciri orang yang melanggar sumpahnya yaitu memberikan walaa' kepada orang~orang kafir, memperolok-olok ayat Allah SWT, mencari kesempatan dalam kesempitan kaurn muslimin, menunggu‑nunggu kesalahan kaum muslimin, malas dalam shalat dan tidak punya pendirian. Orang‑orang mukmin yang sumpahnya teguh tidak akan bersifat seperti tersebut. Sebagaimana diungkap dalam Q. 4:138‑145 yang berbunyi
“Kabarkanlah kepada orang‑orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang‑orang yang mengambil orangorang kafir menjadi teman‑teman penolong dengan meninggalkan orang‑orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat‑ayat Allah diingkari dan diperolok olokkan (oleh orang‑orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang ‑orang kafir di dalarn jahannam, orang munafik dan orang orang‑orang yang menunggu‑nunggu (peristiwa) yang akan terjad i pada dirimu (hai orang‑orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" Dan jika orang‑orang kafir mendapat keberuntungan (ketenangan) mereka berkata: "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang‑orang mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiarnat dan Allah sekali‑kali tidak akan memberi jalan kepada orang‑orang kafir untuk memususnahkan orang‑orang yang beriman. Sesungguhnya oang‑orang munafik itu menipu Allah, clan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu‑ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang‑orang 'beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang‑orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali‑kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi baginya. Hai orang‑orang yang beriman, janganlah karnu mengambil orang‑orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang‑orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? Sesungguhnya orang‑orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali‑kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.”
C. Al‑Mitsaaq (Perjanjian yang Teguh)
Mitsaq yaitu janji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT yang terkandung dalam. Kitabullah maupun Sunnah Rasul. Taat dalam keadaan susah ataupun senang, suka atau tidak suka.Syahaadah adalah mitsaq yang harus diterima. dengan sikap sam'an wa thaatansebagaimana dinyatakan dalam Q. 5:7.
Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjianNya yang telah diikatNya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui isi hati(mu).
Di antara ciri ketaatan adalah :
1. Taat dalam giat atau malas, di saat susah atau senang dan mudah, baik disukai atau tidak. Ubadah ibn Tsamit mengatakan: “Rasulullah meminta kami untuk berbai’at kepadanya, maka kamipun berbai’at kepadanya untuk selalu mendengar dan mentaatinya disaat giat dan malas, susah dan mudah.” (HR. Bukhari Muslim) Q. 2:285. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang‑orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat‑mataikat Nya, kitab‑kitab Nya dan rasulrasulNya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membedabedakan antara seorangpun (dengan yang lain) dari rasulrasuNya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".
* Sur’atul Istijabah (segera menyambut dan melaksanakan perintah). Tidak lamban, tidak merasa berat, tidak enggan dan ragu.
* Taharrid diqqah (melaksanakan perintah sesuai dengan arahan syari’ah dan bukan mengikuti pendapat dan keinginan sendiri).
*Tidak meninggalkan tugas tanpa izin (jika konteksnya dalam jama’ah) kecuali dalam keadaan sangat darurat. Itupun harus tetap dibarengi dengan istighfar dan menyesal karena tidak dapat mengikuti perintah.
Seorang mukmin mengetahui bahwa syahadah yang sudah diucapkannya harus dibarengi dengan kesungguhan mewujudkannya. Ia sadar bahwa Allah Swt memperhatikannya dalam segala keadaan. Oleh karenanya di saat hatinya merasa lemah (mengalami gejala futur) maka ia bersegera memohon kepada Allah Swt agar diberi ketegaran dan semangat baru dalam menjalankan ketundukannya kepada Allah. Di antara do’a hamba mukmin adalah “Rabbana la tuzi’ qulubana ba’da iz hadaitanaa wahablana min ladunka rahmah innaka antal wahhab” atau juga berdo’a seperti Rasulullah Saw “Ya muqallibal Qulub tsabbit qalbi ‘ala dinika”.
Untuk dapat teguh memegang janji, maka seorang hamba mukmin dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Dawamuluju ilallah (senantiasa kembali kepada Allah) atau dengan kata lain, ia membangun kesadaran muraqabatullah(senantiasa dalam pengawasan dan kedekatan dengan Allah).
2. Ma’rifatu thabi’atu thariq (mengenal karakter jalan dakwah). Dimana dalam dakwah ini sedikit orang yang mau terlibat (qillatul ‘amilin), banyak bebannya, banyak musuhnya, serta lama dan panjang (Thulu thariq). Justru disinilah para mukmin harus memperkuat istiqamah, kesabaran dan tawakkal, serta bersungguh mempersiapkan kekuatan.
3. ‘adamu tanazu’ (menghindari konflik).
Pelanggaran terhadap mitsaq ini berakibat laknat Allah SWT seperti yang pernah terjadi pada orang‑orang Yahudi sebagaimana dinyatakan dalam Q. 2:93.
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh‑teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah! " Mereka menjawab: "Kami mendengarkan tetapi tidak mentaati".
Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: Amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu ,kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat) ".
Ketiga unsur dimaksud, al iqrar, al qasam, dan al mitsaq menjadi satu kesatuan unsur yang harus dimiliki dalam syahadah. Seseorang baru dapat disebut sebagai mukmin jika memiliki ketiga unsur tersebut di dalam keimanannya (Qs. 49:14)
D. Membentuk Iman Berkualiti
Iman adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan menyeluruh tanpa rasa keberatan, kepercayaan tanpa pilihan lain terhadap semua keputusan Allah SWT. Iman adalah sikap hidup yang merupakan cermin identiti Islam Iman sebagai dasar bagi seluruh kegiatan dan tingkah laku manusia agar mendapatkan ridha dari Allah SWT Iman bukanlah hanya angan‑angan, tetapi sesuatu yang tertanam di dalarn hati dan harus diamalkan dalarn bentuk produktif Amal yang dikerjakan harus merupakan amal shalih. yang dilakukan dengan ihsan dan penyerahan kityang‑sempurna kepada kehenclak Allah SWT. Dalam melakukan amal tersebut, seorang mukmin merasa dilindungi oleh Allah SWT. Di antara kekeliruan umat Islam adalah mencontoh sikap Yahudi. Misalnya merasa bahwa neraka merupakan siksaan yang sebentar sehingga tidak risau masuk neraka. Atau mereka merasa akan masuk surga semata‑mata karena imannya sehingga tidak perlu beramal shaleh lagi.
Syahadah yang dinyatakan seorang muslim dengan penuh kesadaran sebagai sumpah dan janji setia ini merupakan iman, yaitu: ucapan (al‑qaul), membenarkan (as tashdiiq) dan perbuatan (al‑'aml). Terdapat banyak ayat dalam Al Qur'an yang menunjukkan bagaimana seharusnya iman itu ditampilkan
Di antaranya surat 49:15 yang berbunyi "Sesungguhnya orang‑orang yang beriman hanyalah orang‑orang yang beriman kepada Allah dan RasuNya kemudian mereka tidak ragu‑ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang‑orang yang benar."
Selanjutnya dinyatakan pula dalam surat al Nisa', 4:65 yang berbunyi
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Iman akan melahirkan ketaatan tanpa reserve kepada Allah Swt dan Rasulnya dan ini merupakan ciri mukmin sebagaimana disebutkan dalam surat al Ahzab, 33:36.
Dan tidaklah patut bagi taki‑laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasuNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasuNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
Q. 3:64. Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisiban antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah Dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjaclikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang‑orang yang menyerahkan diri (kepada Allah)'.
Q. 4:123‑125. (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan‑anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan‑angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pernbalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Barangsiapa yang mengerjakan amal‑amal saleh, baik ia laki‑laki maupun seclang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam syurga dan mereka tidak di aniaya walau sedikitpun. Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.
2‑80. Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja".katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janjiNya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?".
Iman tidak bolehg sekedar menjadi keyakinan atau pemahaman belaka. Oleh karenanya ia harus dapat direalisasikan dalam diri individu muslim, melalui :
- AI‑Qaul (Ucapan)
Ucapan yang senantiasa sesuai dengan isi hatinya yang suci. 'Perkataan maupun kalimat yang keluar dari lidahnya yang baik serta mengandungi hikmah. Syahaadah diucapkan dengan penuh kebanggaan/ketinggian iman (isti'la‑ul iman) berangkat dari semangat isyhadu biannaa muslimin (saya adalah muslim). Ucapan lisan tanpa membenarkan dengan hati adalah sikap nifaq i'tiqadi. Berbicara dengan mulutnya sesuatu yang tidak ‑ada dalam hatinya.
Dalil
Q. 2:8. Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang‑orang yang beriman.
Q. 63:1‑2. Apabila orang‑orang munafik datang kepadamu,mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar‑benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar‑benar RasuNya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang‑orang munafik itu benar‑benar orang pendusta. Mereka menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.
Q. 48:11. Orang‑orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang ticlak ada dalam hatinya. Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang‑halangi kehenclak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan!'.
- At‑Tashdiiq (Membenarkan)
Membenarkan dengan had tanpa keraguan. Yaitu sikap keyakinan dan penerimaan dengan tanpa rasa keberatan atau pilihan lain terhadap apa yang didatangkan Allah SWT
Dalil
Q. 49:15. Sesungguhnya orang‑orang yang beriman hanyalah orang,orang yang beriman kepada Allah dan RasuINya kemudian mereka ticlak ragu,ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang‑orang yang benar.
- Al‑Amal (Perbuatan)
Perbuatan yang termotivasi dari hati yang ikhlas dan pemahaman terhadap mak‑sud‑maksud aturan Allah SWT. Amal merupakan cerminan dari kesucian hati dan upaya untuk mencari ridha Ilahi. Amal yang menunjukkan sikap mental clan moral Islami yang clapat dijadikan teladan. Ketiga perkara diatas tidak terpisahkan sama sekali. Seorang muslim yang tidak membenarkan ajaran Allah SWT dalam hatinya bahkan membencinya, meskipun kelihatan Mengamalkan sebahagian ajaran Islam adalah munafiq I’tiqadi yang terlaknat. Muslim yang meyakini kebenaran k ajaran Islam dan menyatakan syahadatnya dengan lisan tetapi tidak mengamalkan dalam kehidupan adalah munafiq amali.Sifat nifaq dapat terjadi sementara terhadap seorang muslim oleh karena berdusta, menyalahi janji atau berkhianat.
Dalil
Hadits. Tanda‑tanda munafiq ada tiga. jika salah satu ada pada seseorang, maka ia merupakan munafiq sebahagian. keseluruhannya terdapat, maka ia munafiq yang sesungguhnya yaitu: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji mengingkari, dan bila diberi amanah ia berkhianat. Ketiga tanda,ini termasuk jenis munafiq amali.
Imam Hasan Basri berkata, "Iman bukanlah angan,angan, Bukan pula sekedar hiasan, tetapi keyakinan yang hidup di dalam hati dan dibuktikan dalarn amal perbuatan".
9‑105. Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul‑Nya serta. orang‑orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan‑Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Realisasi iman dalam diri individu muslim harus dilakukan secara istiqamah. Tidak boleh sewaktu-waktu, atau hanya pada tempat-tempat tertentu saja.
E . al Istiqaamah (Konsisten)
Istiqamah artinya tidak menyimpang atau cenderung pada kekufuran. Istiqamah berarti konsisten dalam menegakkan agama Allah dan tidak ragu dalam mengamalkan nilai Islam yang dianutnya. Istiqamah tetap teguh, tahan dan kuat dalam menghadapi dan melaksanakan perintah Allah SWT, serta mampu menghadapi segala. cobaan. Istiqamah berarti terus berjuang menyampaikan ajaran Allah SWT dengan tidak mengikuti hawa nafsu. Keimanan seseorang muslim yang mencakupi tiga unsur di atas harus senantiasa dipelihara dan dijaga dengan sikap istiqamah. Istiqamah adalah konsisten, tetap dan teguh. Tetap pada pendirian, tidak berubah dan tahan uji. Sikap istiqamah akan melahirkan tiga hal yang merupakan ciri orang-orang beriman sempurna, yaitu: keberanian, ketenangan dan optimis.
Dalil
Q. 11:112‑113. Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan jangantah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu cenderung kepada orang‑orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali‑kah kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.
Q. 17:73‑74. Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara. bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir‑hampir condong sedikit kepada mereka.
Q. 42:15. Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang 'Jiturunkan Allah dan aku cliperintahkan supaya berlaku adil di antara. kamu. Allahlah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal‑amal kami dan bagi kamu amal‑amal kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepadaNyalah kembali (kita)".
Jika keimanan sudah direalisasikan secara istiqamah, maka keistiqamahan akan memberikan buah-buah yang luar biasa pengaruhnya dalam diri seorang mukmin.Di antara buah keistiqamahan itu adalah :
A. Asy Syaja’ah (Keberanian)
Keberanian muncul karena keyakinan sebagai hamba Allah SWT yang selalu dibela dan didukung Allah SWT. Tidak takut menghadapi tantangan hidup, siap berjuang untuk tegaknya yang haq (kebenaran). Keberanian juga bersumber keyakinan terhadap qadha' dan qadar Allah SWT pasti. Tidak takut pada kernatian karena kematian di jalan Allah SWT merupakan anugerah yang selalu merindukannya. Orang yang beristiqamah didukung Malaikat yang akan menjadikannya berani, tenang dan optimis. Sumber keyakinan tentang qadha' dan qadar yang Menimbulkan keberanian, kecelakaan atau kemudharatan. Hanyalah ketentuan Allah SWT belaka. Kemuliaan merupakan anugerah Allah SVVT bagi orang orang mukmin sehingga mereka tidak takut menyampaikan risalah kebenaran,
(Iaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan. Q. 33:39.
Dalil
Q.41:30‑32.Sesungguhnyaorang‑orangyangmengatakan:.Tuhan kami ialah Allah"kemuclian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikall Allah kepadamu". Kamilah Pelindung‑pelindungmu dalarn kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan clan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Q. 9:52. Katakanlah: "Tidak yang kamu tunggu‑tunggu bagi kami kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan kami menunggu‑nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisiNya, atau (azab) dengan tangan kami. Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu‑nunggu bersamamu".
Q. 3:157‑158. Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmatNya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan. Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada Allah saja kamu dikumpulkan.
B. Al‑Ithmi'naan (Ketenangan)
Ketenangan berasal dari keyakinan terhadap perlindungan Allah SWT yang memelihara orang-orang mukmin secara lahir dan batin. Dengan senantiasa ingat pada Allah SWT dan selalu berpanduan kepada petunjukNya (kitabullah dan sunnah), maka ketenangan akan selalu hidup di dalam hatinya. Ketenangan dapat diperoleh dengan mengingat Allah SWT Bahkan Allah menyebutkan bahwa hanya mengingat Allah saja hati tenang sedangkan mengingat selain Allah hanya memperoleh ketenangan yang semu. Ketenangan yang diperoleh karena tawakkal terhadap janji perlindungan Allah SWT yang pasti sehingga. timbul pula keberanian menghadapi musuh.‑Ilinu Taimiyah berkata, Apa yang hendak dilakukan musuh,musuhku terhadapku? Sesungguhnya surga aku terletak dihatiku. Dimanapun aku berada Ia selalu bersamaku. Sesungguhnya kematianku adalah syahid. Penjaraku adalah rasa manis, sedangkan Mengusirku bagiku adalah travelling.
Dalil
Q.13:28. (Yaitu) orang‑orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tentram
Q.47:7; Hai orang‑orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
Q. 3:173. (Yaitu) orang‑orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang‑orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah m n pasukan untuk menyerang kamu, karena kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik baik pelindung".
Q.33:23. Di antara orang‑orang mukmin itu ada orang orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu‑nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya).
C. At Tafaa’uI (Optimis)
Optimis meyakini bahwa masa depan adalah milik orang yang beriman. Kemenangan umat Islam dan kehancuran kaum kufar sudah pasti. Mukmin menyadari amal perbuatan yang dilakukannya tidak akan sia sia, melainkan pasti dibalas Allah SWT dengan pembalasan yang sempurna. Optimis bahwa dengan pertolongan Allah SWT tak akan ada yang dapat mengalahkan seperti contoh optimis yang dilakukan oleh para sahabat Rasul di perang Ahdzab.
Dalil
Hadits. Abi Amr atau Abi Amrah Sufyan bin Abdillah, ia berkata: "Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku tentang suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seseorang kecuali kepadamu'. Bersabdalah Rasulullah, katakantah: "Aku telah beriman kepada Allah SWT kemudian berlaku istiqamahlah kamu". (Muslim).
Ibnu Qayyim mengambil perkataan seorang alim "Sesungguhnya kita berada dalarn kelezatan (hati) yang seandainya anak‑anak raja mengetahuinya tentu mereka ingin mengambilnya dengan pedang‑pedang mereka."
Q. 3:160. Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang‑orang mukmin bertawakal.
Q. 33:22‑23. Dan tatkala orang‑orang mukrriin melihat golongan‑golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan RasulNya kepada kita". Dan benarlah Allah dan RasutNya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukkan. Di antara orang‑orang mukmin itu ada orang‑orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu‑nunggu dan mereka sedikitpun ticlak merubah janjinya)
Hadits, Rasulullah yakin akan mengalahkan Rumawi dan parsi dengan menjanjikan kepada Saraqah bin Malik akan memberikan gelang dan mahkota Parsi dengan kels,lamannya. Hal ini kemudian terbukti dengan kemenangan kaum muslimin dalam perang Qadissiyya.
Tentu saja buah-buah luar biasa itu yang diperoleh melalui keimanan yang istiqamah tidak hanya akan memberi kebahagiaan dunia tapi juga kebahagiaan akhirat.
F. As‑Sa’aadah (Kebahagiaan)
Ketiga hasil istiqamah tadi akan membuat kebahagiaan bagi orang yang memilikinya. jadi hanya syahaadah sejati dapat menimbulkan sa'adah. Hanya Islam dengan konsep syahaadah yang dapat memberikan kebahagiaan kepada manusia & dunia maupun di akhirat.AI,Quran menyebutkan bahwa orang beriman akan mendapatkan kebahagiaan atau hasanah di dunia ataupun di akhirat
Dalil
3:185. Tiap‑tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan Ainasukkan ke dalam syurga, maka. sesungguhnya ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu ticlak lain hanyalah kemenangan yang memperdayakan.