KARYA BADIUZZAMAN SAID NURSI DALAM KITABNYA “RISALAH NUR”
Iman adalah Sumber Kebahagiaan dan Nikmat serta Pandangan
Mukmin dan Kafir Terhadap Dunia
“Yang beriman kepada hal ghaib.”
Jika engkau ingin mengetahui kadar kebahagiaan dan kenikmatan
yang terdapat dalam iman serta kadar kelezatan dan kelapangan yang
terdapat di dalamnya, perhatikan cerita singkat berikut ini:
Pada suatu hari dua orang lelaki keluar melakukan perjalanan untuk
rekreasi dan bisnis. Salah seorang di antara mereka yang memiliki
watak egois dan bernasib malang pergi ke suatu tempat, sementara yang
lain yang taat dan bahagia pergi ke tempat berbeza.
Orang egois dan sombong yang pesimis itu mendatangi satu daerah
yang menurutnya sangat buruk dan sial sebagai balasan atas sikap pesimisnya.
Bahkan ke mana pun pergi ia melihat orang-orang lemah yang
fakir yang berteriak meminta tolong akibat pukulan orang-orang yang
kejam dan bengis. Ia melihat kondisi yang memilukan dan menyedihkan
tersebut pada setiap tempat yang ia kunjungi. Sehingga dalam
pandangannya seluruh kerajaan telah menjadi seperti tempat ratapan
umum. Ia merasa satu-satunya obat bagi keadaannya yang menyedihkan
dan gelap itu adalah mabuk. Akhirnya ia buat dirinya mabuk agar
tidak merasakan keadaan yang sedang menimpa. Pasalnya, setiap orang
di negeri itu tampak baginya sebagai musuh yang sedang menantikannya
atau orang asing yang tidak bersahabat dengannya. Batinnya terus
tersiksa lantaran melihat sejumlah jenazah menakutkan dan anak-anak
yatim yang menangis putus asa.
Adapun orang kedua yang taat, yang mengabdi kepada Allah, dan
yang mencari kebenaran memiliki akhlak terpuji. Dalam perjalanannya
ia menjumpai sebuah kerajaan yang baik yang dalam pandangannya
sangat indah dan menakjubkan. Orang saleh tersebut melihat dalam
kerajaan yang ia masuki sejumlah pesta mengagumkan dan festival yang
demikian indah. Pada setiap sisi ia melihat kegembiraan dan suka-cita
serta pada setiap tempat ia melihat mihrab tempat zikir. Bahkan ia melihat
setiap orang yang tinggal di kerajaan itu sebagai sahabat akrab yang
dicinta. Kemudian ia melihat pada pesta pembebasan tugas bagaimana
seluruh kerajaan memperlihatkan yel-yel kegembiraan lewat teriakan
yang disertai kalimat pujian dan sanjungan. Ia juga mendengar suara
orkestra yang sedang menampilkan lagu-lagu semangat yang disertai
takbir dan tahlil dengan penuh bahagia dan bangga untuk mereka yang
digiring menuju medan pengabdian dan keprajuritan.
Orang pertama yang merasa sial sibuk dengan penderitaannya dan
penderitaan semua manusia, sementara orang kedua yang bahagia dan
optimis bergembira bersama dengan kegembiraan seluruh manusia. Di
samping itu, ia mendapat bisnis yang baik dan penuh berkah sehingga
bersyukur dan memuji Tuhan.
Ketika pulang ia bertemu dengan orang pertama tadi dan bertanya
tentang keadaannya. Setelah mengetahui segala hal tentangnya ia berkata,
“Wahai pulan, engkau telah menjadi gila. Rasa sial yang tertanam
dalam jiwamu terpantul dalam kondisi lahiriahmu sehingga engkau
menganggap semua senyuman sebagai ratapan dan tangisan serta pembebasan
tugas sebagai perampasan. Karena itu, sadarlah dan bersihkan
kalbumu agar selubung keruh tersebut hilang dari matamu, sehingga
engkau bisa melihat hakikat. Pasalnya, pemilik dan penguasa kerajaan
ini sangat adil, kasih sayang, kuasa, mengatur dan mencipta. Kerajaan
yang demikian tinggi dan mulia ini lewat jejak yang terlihat oleh penglihatanmu
tidak mungkin seperti berbagai gambaran yang diberikan oleh
ilusimu.”
Setelah itu, orang malang tadi mulai sadar dan menyesal. Ia berkata,
“Ya, aku telah dibuat gila akibat banyak mabuk. Semoga Allah meridhaimu.
Engkau telah menyelamatkan diriku dari neraka penderitaan.”
Wahai diri, ketahuilah bahwa orang pertama itu adalah orang kafir
atau orang fasik yang lalai. Dunia ini dalam pandangannya seperti
tempat ratapan umum, sementara seluruh makhluk hidup laksana para
yatim yang menangis karena terpukul akibat perpisahan. Manusia dan
hewan dianggap sebagai makhluk liar tanpa ada yang mengembala dan
memilikinya di mana ia tercabik-cabik oleh cengkeraman ajal. Lalu benda-
benda besar seperti gunung dan lautan diibaratkan seperti jenazah
yang tak bergerak dan mayat yang menakutkan. Tentu saja ilusi yang
menyakitkan tersebut yang bersumber dari sikap kufur dan sesat membuat
pemiliknya tersiksa.
Adapun orang kedua, ia adalah orang mukmin yang mengenal
Penciptanya dengan baik dan percaya kepada-Nya. Dalam pandangannya,
dunia ibarat tempat zikir kepada Allah SWT, aula tempat pengajaran
dan pelatihan semua manusia dan hewan, serta medan ujian bagi
jin dan manusia. Sementara seluruh kematian yang dialami oleh hewan
dan manusia merupakan bentuk pembebasan tugas. Mereka yang telah
menyelesaikan tugas hidup berpisah dengan dunia yang fana ini dalam
kondisi gembira. Pasalnya, mereka dipindahkan ke alam lain yang tidak
dihiasi oleh kerisauan guna memberikan ruang bagi para petugas baru
yang datang untuk melaksanakan tugas mereka.
Selanjutnya seluruh anak yang lahir entah itu hewan ataupun manusia
laksana rombongan mobilisasi militer yang menerima senjata
berikut sejumlah tugas dan kewajiban. Setiap entitas tidak lain merupakan
pekerja dan prajurit yang gembira serta petugas yang istikamah dan
ridha. Lalu suara dan gema yang terdengar di seluruh penjuru dunia
merupakan bentuk zikir dan tasbih dalam melaksanakan tugas, bentuk
syukur dan tahlil sebagai pemberitahuan bahwa ia telah selesai dikerjakan,
atau dendang yang bersumber dari kerinduan dan kecintaan terhadap
pekerjaan yang ada.
Jadi, seluruh entitas dalam pandangan mukmin merupakan pelayan
yang bersahabat, pekerja yang akrab, dan tulisan indah Tuhannya
Yang Maha Pemurah dan Pemiliknya Yang Maha Penyayang. Demikianlah,
lewat keimanannya banyak sekali hakikat yang sangat halus, mulia,
dan nikmat semacam itu yang tampak.
Jadi, iman benar-benar berisi benih maknawi yang berasal dari
Pohon tuba surga. Sebaliknya, kekufuran menyimpan benih maknawi
yang diembuskan oleh pohon zakum jahanam. Karena itu, keselamatan
dan kedamaian hanya terdapat dalam Islam dan iman.
Maka itu, kita harus selalu mengucap, “Alhamdulillah atas karunia
agama Islam dan kesempurnaan iman.”